Sabtu, 09 Februari 2019

Batam Masih Menjadi Pilihan

Welcome To Batam
Kota Batam merupakan sebuah kota terbesar di Provinsi Kepulauan Riau, kota yang memiliki ikon Jembatan Barelang ini letaknya sangat strategis karena selain berada di jalur pelayaran internasional juga berbatasan langsung dengan Malaysia dan Singapura. Tak heran jika Batam menjadi pintu keluar masuk para turis internasional dan pintu masuk para Pekerja Migran Indonesia yang akan bekerja ke Malaysia dan Singapura.
Sebagai Pekerja Migran Indonesia asal Palembang yang bekerja di Malaysia, Batam masih menjadi pilihanku ketika akan pulang ke Palembang. Hal itu dikarenakan jarak tempuh antara Batam - Palembang lebih dekat dibandingkan Kuala Lumpur - Palembang, ditambahkan lagi penerbangan Batam - Palembang tersedia minimal 2 (dua) kali penerbangan langsung (direct) tanpa harus transit terlebih dahulu.

Pulang ke Palembang lewat Batam bisa kita tempuh dalam waktu satu hari melalui jalur laut dan dilanjutkan jalur udara, dengan total kalkulasi waktu kurang lebih sekitar 4 jam. Sedangkan kalau lewat Kuala Lumpur relatif lebih lama, dari Johor Bahru ke Kuala Lumpur harus naik bus yang memakan waktu sekitar 3 sampai 4 jam dan Kuala Lumpur ke Palembang memakan waktu lebih dari 1,5 jam. Sebenarnya dari Johor Bahru ke Kuala Lumpur bisa via udara yang waktu tempuhnya lebih cepat, hanya saja kalau via udara kita harus menginap satu malam karena penerbangan Kuala Lumpur ke Palembang hanya tersedia satu kali penerbangan langsung dan itu jam 7 pagi.

Intinya, Batam masih menjadi pilihanku saat pulang ke Palembang karena jarak tempuh lebih dekat dari pada Kuala Lumpur, Imigrasi dan Bea Cukai Stulang Laut dan Batam Center tidak terlalu ketat karena kedua pelabuhan ini merupakan zona bebas cukai. Dan yang paling penting adalah, biayanya relatif lebih murah.

Senin, 28 Januari 2019

Suatu Senja Di Tebing Breksi

Puncak Tebing Breksi
Senja Di Tebing Breksi


Berlibur ke Yogyakarta sepertinya belum lengkap jika belum menginjakkan kaki di Tebing Breksi. Tebing ini  dulunya merupakan tambang batu breksi yang menjadi pendapatan warga sekitar, namun pada tahun 2015 Sri Sultan Hamengku Buwono X menandatangani prasasti yang mengatakan Tebing Breksi merupakan cagar budaya.

Tebing Breksi ini terletak di Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Lokasi ini juga berdekatan dengan Candi Ijo yang merupakan candi tertinggi di Yogyakarta, namun pada waktu itu kami hanya menginjakkan kaki di Tebing Breksi karena hari yang sudah malam membuat kami tidak sempat untuk menginjakkan kaki di Candi Ijo.

Tebing Breksi yang merupakan cagar budaya dan wisata alam ini sangat cocok bagi yang hobby berfoto mengabadikan momen-momen terbaiknya. Banyak spot foto menarik yang bisa kita ambil dari lensa kamera handphone, pengelola menyediakan beberapa spot foto yang dibuat sedemikian rupa di puncak Tebing Breksi untuk membuat hasil jepretan foto menjadi sangat menarik, bahkan pihak pengelola pun menyediakan beberapa orang khusus sebagai jasa foto di lokasi ini tanpa ada tarif khusus, hanya uang sukarela dari kita saat kita menggunakan jasa mereka untuk mengabadikan momen. Uang sukarela itu bisa langsung kita masukan ke dalam sejenis kotak kecil yang ada di tempat tersebut.

Tangga Tebing Breksi
Kami tiba di lokasi sudah hampir lewat senja, para pengunjungpun memenuhi Tebing Breksi mulai dari bawah sampai puncak di penuhi para pengunjung. Kami pun tak mau ketinggalan, turun dari mobil kami langsung naik ke puncak Tebing Breksi, langsung mengambil spot foto terbaik dengan gaya masing-masing yang tentunya tidak kalah kece dengan yang lain.

Puas berfoto-foto ria, sang sunset pun mulai tiba. Berada di puncak Tebing Breksi melihat sunset dengan jarak yang lebih dekat membuat kami takjub, oh Tuhan sungguh indah kuasaMu. Tidak hanya sunset, Yogyakarta dari ketinggian juga terlihat begitu indah, kelap-kelip lampu di setiap sudut menambah keindahan kota ini.

Tidak terasa hari mulai gelap, suara adzan dari mushola yang berada dibawah terdengar jelas. Kami bergegas turun dan menuju mushola untuk sholat magrib. Dan aktifitas kami di Tebing Breksi pun berakhir usai menunaikan sholat magrib dan menikmati sedikit gorengan panas dan es teh manis, lalu kami menuju mobil dan melanjutkan perjalanan berikutnya.

Di Tebing Breksi ini salah satu tempat dimana aku salah pesan minum, mau pesan es teh tapi bilangnya teh o ais.

Sabtu, 26 Januari 2019

Yogyakarta Istimewa

Terminal Tun Aminah, Skudai.
4 hari 3 malam di Jogja membuat kita takjub akan keindahan Indonesia. Wajar jika Daerah Istimewa Yogyakarta menjadi salah satu destinasi wisata favorit di Indonesia. Karena selain menyimpan banyak keindahan alam, adat dan budayanya juga menjadi keunikan tersendiri.

Perjalanan itu dimulai pada hari jumat malam, saya, Rusli, Masito, Cici, Tuti, Esti dan Vina berangkat ke Yogyakarta via Kuala Lumpur. Dari Johor Bahru kami memilih transportasi darat untuk sampai ke Kuala Lumpur. Pak Taufik, Staff Teknis Polri KJRI Johor Bahru melepas keberangkatan kami di Terminal Tun Aminah, Skudai.

Kuala Lumpur International Airport 2
Menempuh perjalanan kurang lebih 4 jam, sekitar 3:30 pagi kami sampai di Kuala Lumpur International Airport 2 (KLIA2). Sesampainya disana kami langsung menuju kamar kecil untuk membuang hajat, setelah itu sambil menunggu waktu boarding kami mengisi bahan bakar (sarapan) di salah satu kedai Indonesia yang ada di dalam KLIA2. Perut sudah terisi, mata yang tadinya mengantuk pun sudah mulai segar. Ketika melihat jam, waktu menunjukan untuk sholat subuh. Sebagian dari kami pun (kecuali perempuan yang berhalangan) bergegas mencari mushola untuk sholat subuh berjamaah.

Waktu setempat menunjukkan jam 7 lebih, kami bersiap-siap untuk boarding. Masuk pintu keberangkatan internasional, lalu kami pun antri dengan teratur untuk pengecekan imigrasi dan kemudian kami duduk manis di ruang tunggu gate 11 sambil menunggu waktu check in.

Tepat jam 10:00 waktu Malaysia pesawat yang kami tumpangi lepas landas dari Kuala Lumpur International Airport. Berada atas ketinggian sekitar 3000 kaki selama kurang lebih 2 jam, pesawat pun mendarat dengan selamat di Bandara Internasional Adisutjipto Yogyakarta. Sesampainya di Yogyakarta, nuansa jawa pun sangat terasa ketika terdengar musik tradisional, announcement atau pengumuman di bandara ini menjadikan sesuatu yang unik dibandingkan bandara lain yaitu pengumuman dengan menggunakan 3 bahasa, Bahasa Indonesia, Bahasa Jawa dan Bahasa Inggris.

Terminal Adisutjipto Yogyakarta

Bale Raos Restoran, Keraton Yogyakarta
Setelah melalui proses di imigrasi bandara, Pak Wino, Pak Agus, Abdul dan Echa menyambut kami dengan senyum yang lebar seakan mengisyaratkan sebuah kerinduan. Tanpa babibu yang panjang, kami pun langsung di ajak meluncur ke tempat makan di Bale Raos Restoran di kompleks Keraton Yogyakarta. Pak Agus pemilik Dunia Travel yang juga merupakan eks staff KJRI Johor Bahru menjadi jasa travel kami dan beliau yang akan membawa kami berwisata selama di Yogyakarta. Puas santap siang dengan menu hidangan sultan kami pun di ajak menuju keraton Yogyakarta, namun sayangnya kami sudah telat karena keraton sudah tutup.

Kemudian perjalanan pun di lanjutkan ke Alun-alun Kidul, disana terdapat sebuah pohon kembar yang konon katanya kalau kita dengan menutup mata bisa berjalan lurus sampai ketengah-tengah pohon maka permintaan kita akan terkabul. Kami pun penasaran dan lalu mencobanya, alhasil 9 dari kami yang mencoba hanya 2 orang yang berhasil berjalan lurus sampai ketengah-tengah kedua pohon kembar itu, selebihnya ada yang serong kanan dan serong kiri.

Hari pun mulai sore, kami beranjak pergi dari Alun-alun Kidul menuju Kirana Guest House tempat kami menginap yang terletak tidak jauh dari Malioboro. Pak Agus langsung tancap menggunakan mobil yang bermuatan lebih 10 orang itu menyusuri jalanan Yogyakarta dengan lancar sehingga kami selamat sampai di penginapan. Sesampainya di penginapan kami istirahat sejenak, mandi dan bersiap-siap untuk melanjutkan perjalanan sore sampai malam ke destinasi berikutnya.

Tebing Breksi
Perjalanan pun dilanjutkan menuju Tebing Breksi, sebuah objek wisata alam yang sangat menarik untuk melihat sunset dan Kota Yogyakarta dari ketiggian. Sesampainya disana kami pun tak ketinggalan mengabadikan momen-momen terbaik, menyaksikan sunset secara dekat dan melihat Kota Yogyakarta dari ketinggian. Sungguh indah ciptaanMu Tuhan, Subhanallah.

Puas disana dan setelah sholat magrib, Pak Wino dan Pak Agus pun mengajak kami melanjutkan ke tempat makan di Sate Klatak. Sebuah restoran yang menjual sate kambing yang terkenal kelezatannya. Untuk dapat menikmati Sate Klatak kami harus menunggu hingga lebih dari 1 jam, karena banyaknya pengunjungan memesan menu ini.

Perut yang kenyang tak membuat kami malas melanjutkan perjalanan, lanjut terus jangan kasih kendor. Destinasi berikutnya kami dibawa ke Malioboro, ya Malioboro yang terkenal sebagai tempat yang wajib di kunjungi di Yogyakarta. Malioboro adalah nama jalan yang sangat terkenal dengan para pedagang kaki lima yang menjajakan kerajinan khas Jogja dan warung-warung lesehan di malam hari yang menjual makanan gudeg Jogja serta terkenal sebagai tempat berkumpulnya para seniman yang sering mengekpresikan kemampuan mereka seperti bermain musik, melukis, hapening art dan lain-lain di sepanjang jalan ini. Setiap malam Malioboro tidak pernah sepi, mulai dari anak-anak hingga dewasa serta orang tua, dan mulai dari warga lokal hingga warga luar Jogja selalu memenuhi kawasan ini. Hal itu yang membuat Malioboro menjadi salah satu tempat yang wajib di kunjungi.

Malioboro
Sesampainya di Malioboro kami langsung turun dari mobil dan langsung berjalan menyusuri jalanan Malioboro. Ada yang beli ini beli itu, ada yang kesana dan ada yang kesitu hingga pada akhirnya jam menunjukkan pukul 2 pagi dan kami yang awalnya terpencar kemudian berkumpul di Tugu 0KM untuk menunggu jemputan Pak Agus.

Tanpa disadari, rasa lelah itu seperti tidak begitu terasa. Di mulai dari KLIA2, lalu berkeliling Yogyakarta dan finish di Malioboro.
Bersambung.......

Menginjakkan Kaki Di Candi Prambanan


Menginjakkan Kaki Di Candi Prambanan.
Candi Prambanan atau Candi Roro Jonggrang adalah salah satu kompleks candi Hindu terbesar di Indonesia yang dibangun pada abad ke-9 masehi. Candi ini dipersembahkan untuk Trimurti, tiga dewa utama Hindu yaitu Brahma sebagai dewa pencipta, Wishnu  sebagai dewa pemelihara, dan Siwa sebagai dewa pemusnah. Berdasarkan prasasti Siwagrha nama asli kompleks candi ini adalah Siwagrha (bahasa Sanskerta  yang bermakna 'Rumah Siwa'), dan memang di garbagriha (ruang utama) candi ini bersemayam arca Siwa Mahadewa setinggi tiga meter yang menujukkan bahwa di candi ini dewa Siwa lebih diutamakan. (wikipedia)
Pada 23/01/2019 berkesempatan menginjakkan kaki di candi ini bersama teman-teman Paskibra KJRI Johor Bahru. Sebuah kesempatan berharga dapat melihat secara langsung peninggalan sejarah yang menjadi destinasi wisata di Yogyakarta. Candi Prambanan yang terletak di Kabupaten Sleman, Yogyakarta pernah terkena dampak gempa bumi pada tahun 2010 yang mengakibatkan beberapa bagian candi hancur, namun bekas hancuran candi tetap diletakan pada posisi yang sama.

Suara gamelan yang terdengar disetiap sudut seakan menyambut kedatangan kami dan para wisata yang berkunjung ke Candi Prambanan ini. Kami berjalan semakin dekat menuju candi yg memiliki luas sekitar 110 m x 110 m ini. Melihat keajaiban ini secara dekat membuat aku takjub, bagaimana orang-orang pada abad ke-9 yang masih hidup di zaman batu, jauh dari teknologi yang serba canggih seperti di zaman modern ini namun bisa menghasilkan sebuah karya yang luar biasa yang bertahan hingga ribuan tahun.

Puas melihat secara langsung dan mengelilingi Candi Prambanan kami pun bergegas melangkahkan kaki langkah demi langkah meninggalkan candi ini. Perlu menempuh jarak sekitar 2km untuk keluar kompleks candi ini, tepat berdekatan dengan pintu keluar puluhan penjual makanan dan minuman berlomba-lomba menawarkan jualannya masing-masing kepada para pengunjung. Ini lah yang disebut suatu kesatuan antara wisata dan ekonomi masyarakat, bahwa apapun jenis wisatanya tentu tidak dapat terlepas dari ekonomi masyarakat yang selalu setia menopang dunia pariwisata. Dunia pariwisata tanpa ekonomi masyarakat bagaikan sayur tanpa garam.

Jumat, 15 September 2017

Purna Paskibra Muara Telang

Logo Resmi Purna Paskibra Muara Telang

Oleh : Endri Mardiansyah

PURNA PASKIBRA MUARA TELANG  adalah suatu organisasi perkumpulan anggota Paskibra Muara Telang yang didirikan oleh alumni Paskibra yang pernah bertugas sebagai pengibar bendera pada 17 Agustus di Kecamatan Muara Telang angkatan tahun 1999 sampai 2017 dan juga Purna Paskibraka Indonesia Kabupaten Banyuasin yang berasal dari Muara Telang. Resmi dibentuk pada tanggal 3 September 2017 di Kecamatan Muara Telang yang pada waktu itu bertepatan dengan Reuni Perdana Alumni Paskibra Muara Telang yang juga dihadiri oleh Camat Muara Telang Bapak Gambeta, S.Sos., M.Si.

Sementara itu untuk logo, logo pokok mengacu pada logo Purna Paskibraka Indonesia, yang terdiri dari gambar bunga teratai yang dikelilingi mata rantai yang memiliki makna sebagai berikut:
Logo berupa bunga teratai yang tumbuh dari lumpur (tanah) dan berkembang di atas air, hal ini bermakna bahwa anggota Paskibra/Paskibraka adalah pemuda dan pemudi yang tumbuh dari bawah (orang biasa) dari tanah air yang sedang berkembang dan membangun.
Bunga teratai berdaun bunga 3 (tiga) helai tumbuh ke atas (mahkota bunga), bermakna belajar, bekerja, dan berbakti.
Bunga teratai berkelopak 3 (tiga) helai mendatar bermakna aktif, disiplin, dan gembira.
Mata rantai berkaitan melambangkan persaudaraan yang akrab antar sesama generasi muda Indonesia yang ada di berbagai pelosok penjuru (16 penjuru arah mata angin) tanah air.
Rantai persaudaraan ini tanpa memandang asal suku, agama, status sosial, dan golongan, akan membentuk jalinan mata rantai persaudaraan yang kokoh dan kuat. Sehingga mampu menangkal bentuk pengaruh dari luar dan memperkuat ketahanan nasional, melalui jiwa dan semangat persatuan dan kesatuan yang telah tertanam dalam dada setiap anggota Paskibra/Paskibraka.

Panitia Pelaksana Reuni Alumni Paskibra Muara Telang

Purna Paskibra Muara Telang Angkatan 1999 - 2017 Bersama Camat Muara Telang

Kepengurusan inti Purna Paskibra Muara Telang juga telah resmi dibentuk pada waktu yang sama terdiri dari :
Ketua : Muhammad Irvani, Siswa SMA Bina Muda (Paskibraka Kabupaten Banyuasin Angkatan 2017)
Wakil : Salima Nur Afifah, Mahasiswi Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang (Paskibra Kecamatan Muara Telang Angkatan 2016)
Bendahara : Anisa, Siswi SMAN 1 Muara Telang (Paskibra Kecamatan Muara Telang Angkatan 2017)
Sekretaris : Dodi Irawan, Siswa SMAN 1 Muara Telang (Paskibra Kecamatan Muara Telang Angkatan 2016 - 2017).

Organisasi ini dibentuk dengan maksud dan tujuan untuk mempererat dan menjalin silaturahmi sesama Purna Paskibra se-kecamatan Muara Telang, membantu dan berpartisipasi dalam setiap kegiatan kepemudaan yang ada di kecamatan Muara Telang seperti yang disampaikan oleh Bapak Camat dalam sambutannya. Selain dari pada itu, para anggota organisasi ini nantinya akan mempunyai tanggung jawab untuk mendidik dan membina calon Paskibra Muara Telang yang akan mengikuti seleksi disetiap tahunnya. (E.M.S)



Kamis, 24 Agustus 2017

Rapat Persiapan Reuni Alumni Paskibra Muara Telang


Panitia Pelaksana

Kamis, 24 Agustus 2017 bertempat Gedung Kecamatan Muara Telang, sebanyak 17 Purna Paskibra Muara Telang yang terdiri dari angkatan 2008 hingga 2017 menggelar rapat persiapan Reuni Alumni Paskibra Muara Telang, mereka tergabung dalam panitia pelaksana. Endri Mardiansyah yang dipilih sebagai Ketua Pelaksana memimpin jalannya rapat, dalam rapat tersebut panitia pelaksana berdiskusi dan bertukar pikiran serta ide untuk menentukan tema, konsep serta segala sesuatu yang diperlukan dalam pelaksanaan Reuni Alumni Paskibra Muara Telang nanti.

Reuni ini merupakan reuni perdana dalam sejarah yang dilaksanakan oleh Purna Paskibra Muara Telang. Reuni ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mempererat silahturahmi yang sudah terjalin dengan baik selama ini dan sekaligus mempertemukan kembali para alumni Paskibra Muara Telang yang sempat terpisah oleh jarak dan waktu dari seluruh angkatan agar bisa saling berbagi pengalaman terutama para senior hingga dapat memberikan motivasi kepada para alumni paskibra yang masih terbilang junior. Maka dari itu, seluruh panitia sepakat mengusung tema "Berjumpa, Bercerita dan Berbagi Rasa". Yang sudah lama tidak berjumpa bisa kembali berjumpa di acara reuni, yang punya banyak cerita dan pengalaman hidup bisa saling berbagi rasa kepada para alumni. Begitulah dasar pengambilan tema yang ditentukan oleh panitia pelaksana.

Dalam acara reuni ini nanti, panitia pelaksana berencana mengundang beberapa sesepuh Paskibra Muara Telang dan juga pihak dari Kecamatan Muara Telang.

Selain dari tema yang simple namun penuh makna, panitia pelaksana juga telah menyiapkan konsep acara, yang mana dalam acara tersebut ada dibagi menjadi 2 yaitu Formal dan Non Formal. Dimana acara Formal akan di isi dengan pembukaan, sambutan ketua pelaksana, sambutan perwakilan senior dan sambutan dari camat. Kemudian acara dilanjutkan penampilan paduan suara oleh panitia yang akan menyanyikan lagu Mars PPI dan dilanjutkan dengan tarian daerah sedulang setudung oleh alumni Paskibra Muara Telang.

Kemudian untuk acara non formal, diacara ini lah akan ada banyak hal-hal yang pastinya tidak kalah seru dengan acara formal sebelumnya yang insya Allah dapat menghibur dan memberikan manfaat serta memberikan kesan yang mendalam bagi para alumni paskibra yang hadir nanti.

Apa saja sesuatu yang dapat menghibur, memberikan manfaat dan memberikan kesan yang mendalam bagi para alumni paskibra Muara Telang? Silahkan datang langsung ke acaranya nanti di Gedung Serbaguna Kecamatan Muara Telang pada tanggal 3 September 2017.

"Terbuka Untuk Seluruh Alumni Paskibra Muara Telang".

Acara ini diselenggarakan oleh Purna Paskibra Muara Telang dan bekerjasama dengan Kecamatan Muara Telang.bxx







Selasa, 18 Juli 2017

Surat Terbuka Untuk Presiden Dan Gubernur Sumatera Selatan

Oleh : Hendrik Kuswoyo.

Assalamualaikum warahmatullah wabarakatuh.

Salam hormat kepada Bapak Presiden Joko Widodo, Bapak Gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin dan Kementrian Pekerjaan Umum.

Kami adalah warga transmigrasi di Kecamatan Muara Telang, Kabupaten Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan. Sejak tahun 1980 sampai saat ini kami sudah 37 tahun membuka hutan hingga menjadi Lumbung Pangan Nasional. Luas area lahan tanaman padi kami di delta Telang (Kecamatan Muara Telang dan Sumber Marga Telang) kurang lebih 45.000 ha x 5ton/ha = 225.000 ton sekali panen. Setiap kami panen harga padi murah karena transportasi kami masih menggunakan kendaraan air (perahu). Kami harus mengeluarkan Rp.300/kg sebagai tambahan transportasi.
Anak-anak sekolah juga selalu telat sampai ke sekolah bila kondisi jalan hujan dan berlumpur.

Kami berharap Bapak Presiden Joko Widodo bisa membuatkan jalan dan jembatan agar kami di daerah PINGGIRAN bisa sejahtera, karena melalui dana dari kabupaten Banyuasin tidak mungkin terealisasi. Hanya dengan adanya jalan dan jembatan lah ekonomi kami bisa meningkat. Kami sudah 37 tahun menunggu jalan dan jembatan, kami juga sudah patuh kepada pemerintah untuk tidak menanam karet dan sawit.
Kami sudah patuh menanam padi hingga di tetapkan sebagai LUMBUNG PANGAN NASIONAL. Tapi kami belum didukung dengan fasilitas jalan dan jembatan.

KAMI BERHARAP BAPAK BISA MEMBUATKAN JALAN DAN JEMBATAN UNTUK KAMI DI DAERAH PINGGIRAN. Aamiin.

Semoga keluh kesah dan harapan kami bisa Bapak realisasikan.

Sekian dari kami Warga Kecamatan Muara Telang.

Wassalam.