Sabtu, 26 Januari 2019

Yogyakarta Istimewa

Terminal Tun Aminah, Skudai.
4 hari 3 malam di Jogja membuat kita takjub akan keindahan Indonesia. Wajar jika Daerah Istimewa Yogyakarta menjadi salah satu destinasi wisata favorit di Indonesia. Karena selain menyimpan banyak keindahan alam, adat dan budayanya juga menjadi keunikan tersendiri.

Perjalanan itu dimulai pada hari jumat malam, saya, Rusli, Masito, Cici, Tuti, Esti dan Vina berangkat ke Yogyakarta via Kuala Lumpur. Dari Johor Bahru kami memilih transportasi darat untuk sampai ke Kuala Lumpur. Pak Taufik, Staff Teknis Polri KJRI Johor Bahru melepas keberangkatan kami di Terminal Tun Aminah, Skudai.

Kuala Lumpur International Airport 2
Menempuh perjalanan kurang lebih 4 jam, sekitar 3:30 pagi kami sampai di Kuala Lumpur International Airport 2 (KLIA2). Sesampainya disana kami langsung menuju kamar kecil untuk membuang hajat, setelah itu sambil menunggu waktu boarding kami mengisi bahan bakar (sarapan) di salah satu kedai Indonesia yang ada di dalam KLIA2. Perut sudah terisi, mata yang tadinya mengantuk pun sudah mulai segar. Ketika melihat jam, waktu menunjukan untuk sholat subuh. Sebagian dari kami pun (kecuali perempuan yang berhalangan) bergegas mencari mushola untuk sholat subuh berjamaah.

Waktu setempat menunjukkan jam 7 lebih, kami bersiap-siap untuk boarding. Masuk pintu keberangkatan internasional, lalu kami pun antri dengan teratur untuk pengecekan imigrasi dan kemudian kami duduk manis di ruang tunggu gate 11 sambil menunggu waktu check in.

Tepat jam 10:00 waktu Malaysia pesawat yang kami tumpangi lepas landas dari Kuala Lumpur International Airport. Berada atas ketinggian sekitar 3000 kaki selama kurang lebih 2 jam, pesawat pun mendarat dengan selamat di Bandara Internasional Adisutjipto Yogyakarta. Sesampainya di Yogyakarta, nuansa jawa pun sangat terasa ketika terdengar musik tradisional, announcement atau pengumuman di bandara ini menjadikan sesuatu yang unik dibandingkan bandara lain yaitu pengumuman dengan menggunakan 3 bahasa, Bahasa Indonesia, Bahasa Jawa dan Bahasa Inggris.

Terminal Adisutjipto Yogyakarta

Bale Raos Restoran, Keraton Yogyakarta
Setelah melalui proses di imigrasi bandara, Pak Wino, Pak Agus, Abdul dan Echa menyambut kami dengan senyum yang lebar seakan mengisyaratkan sebuah kerinduan. Tanpa babibu yang panjang, kami pun langsung di ajak meluncur ke tempat makan di Bale Raos Restoran di kompleks Keraton Yogyakarta. Pak Agus pemilik Dunia Travel yang juga merupakan eks staff KJRI Johor Bahru menjadi jasa travel kami dan beliau yang akan membawa kami berwisata selama di Yogyakarta. Puas santap siang dengan menu hidangan sultan kami pun di ajak menuju keraton Yogyakarta, namun sayangnya kami sudah telat karena keraton sudah tutup.

Kemudian perjalanan pun di lanjutkan ke Alun-alun Kidul, disana terdapat sebuah pohon kembar yang konon katanya kalau kita dengan menutup mata bisa berjalan lurus sampai ketengah-tengah pohon maka permintaan kita akan terkabul. Kami pun penasaran dan lalu mencobanya, alhasil 9 dari kami yang mencoba hanya 2 orang yang berhasil berjalan lurus sampai ketengah-tengah kedua pohon kembar itu, selebihnya ada yang serong kanan dan serong kiri.

Hari pun mulai sore, kami beranjak pergi dari Alun-alun Kidul menuju Kirana Guest House tempat kami menginap yang terletak tidak jauh dari Malioboro. Pak Agus langsung tancap menggunakan mobil yang bermuatan lebih 10 orang itu menyusuri jalanan Yogyakarta dengan lancar sehingga kami selamat sampai di penginapan. Sesampainya di penginapan kami istirahat sejenak, mandi dan bersiap-siap untuk melanjutkan perjalanan sore sampai malam ke destinasi berikutnya.

Tebing Breksi
Perjalanan pun dilanjutkan menuju Tebing Breksi, sebuah objek wisata alam yang sangat menarik untuk melihat sunset dan Kota Yogyakarta dari ketiggian. Sesampainya disana kami pun tak ketinggalan mengabadikan momen-momen terbaik, menyaksikan sunset secara dekat dan melihat Kota Yogyakarta dari ketinggian. Sungguh indah ciptaanMu Tuhan, Subhanallah.

Puas disana dan setelah sholat magrib, Pak Wino dan Pak Agus pun mengajak kami melanjutkan ke tempat makan di Sate Klatak. Sebuah restoran yang menjual sate kambing yang terkenal kelezatannya. Untuk dapat menikmati Sate Klatak kami harus menunggu hingga lebih dari 1 jam, karena banyaknya pengunjungan memesan menu ini.

Perut yang kenyang tak membuat kami malas melanjutkan perjalanan, lanjut terus jangan kasih kendor. Destinasi berikutnya kami dibawa ke Malioboro, ya Malioboro yang terkenal sebagai tempat yang wajib di kunjungi di Yogyakarta. Malioboro adalah nama jalan yang sangat terkenal dengan para pedagang kaki lima yang menjajakan kerajinan khas Jogja dan warung-warung lesehan di malam hari yang menjual makanan gudeg Jogja serta terkenal sebagai tempat berkumpulnya para seniman yang sering mengekpresikan kemampuan mereka seperti bermain musik, melukis, hapening art dan lain-lain di sepanjang jalan ini. Setiap malam Malioboro tidak pernah sepi, mulai dari anak-anak hingga dewasa serta orang tua, dan mulai dari warga lokal hingga warga luar Jogja selalu memenuhi kawasan ini. Hal itu yang membuat Malioboro menjadi salah satu tempat yang wajib di kunjungi.

Malioboro
Sesampainya di Malioboro kami langsung turun dari mobil dan langsung berjalan menyusuri jalanan Malioboro. Ada yang beli ini beli itu, ada yang kesana dan ada yang kesitu hingga pada akhirnya jam menunjukkan pukul 2 pagi dan kami yang awalnya terpencar kemudian berkumpul di Tugu 0KM untuk menunggu jemputan Pak Agus.

Tanpa disadari, rasa lelah itu seperti tidak begitu terasa. Di mulai dari KLIA2, lalu berkeliling Yogyakarta dan finish di Malioboro.
Bersambung.......

3 komentar: